#MAIN: Jelajahi Tenangnya Dunia yang Sirna di Luminote Mio

- Thizen Studio, mahasiswa BINUS University, berhasil tampil di Tokyo Game Show 2025 dengan game Luminote Mio: Aqualoom at Ocean's End.
- Luminote Mio menggambarkan aquascape di dunia yang telah hancur, menawarkan pengalaman cozy dan misterius bagi pemainnya.
- Ekosistem game Indonesia berkembang positif, namun perlu dukungan lebih untuk transfer pengalaman dan stabilitas bisnis developer game.
MAIN (Made in Indonesia) adalah konten spesial yang dibuat oleh GGWP untuk merayakan kehadiran 8 game buatan Indonesia di Tokyo Game Show (TGS) 2025. Di sinilah, kamu bakal mengetahui informasi lebih dalam mengenai kisah di balik layar sebuah game, hingga akhirnya bisa mewakili Indonesia di salah satu acara game internasional paling bergengsi saat ini.
Pada artikel MAIN kelima ini, kami akan mengulas game Luminote Mio: Aqualoom at Ocean's End buatan Thizen Studio.
Berawal dari kampus dan bisa terbang ke Jepang. Game dari mahasiswa aktif BINUS University ini mengedepankan elemen eksplorasi, ritme, dan kustomisasi dalam sebuah dunia yang tenang namun mengundang rasa penasaran. Style visual anime dengan sentuhan pixel art berpadu dalam dunia fantasi yang menggoda imajinasi, dimana sang karakter utama menciptakan aquascape, yaitu objek seperti akuarium yang dihias mendekati habitat asli ikan.
Secara eksklusif, GGWP mewawancarai Dimas Ramdhan, dosen BINUS University dan pembimbing Thizen Studio seputar keterlibatan mereka di TGS 2025, gameplay uniknya, serta pandangan tim terhadap industri game Indonesia.
1. Tim mahasiswa yang berhasil menembus TGS

Thizen Studio berdiri dari LOGIC (Laboratory of Game Incubation Center), program inkubasi game yang digagas program studi Game Application and Technology (GAT) fakultas School of Computer Science (SoCS) BINUS University. Studio ini beranggotakan Justin Tjokro (game designer), David Drago (artist), dan George Mercedes Junior Suitela (programmer). Sementara itu, Dimas Ramdhan selaku dosen BINUS University menjadi pembimbing bagi ketiganya.
Luminote Mio: Aqualoom at Ocean's End merupakan salah satu game Indonesia yang terpilih untuk hadir di Tokyo Game Show 2025, kerjasama antara AGI dan EKRAF. Game ini menjadi satu dari 8 game yang berhasil lolos kurasi. Sebelum Luminote Mio, Thizen juga telah merilis dua game berjudul Overlay dan Little Space Mechanic.
"Reaksi awal tentu sangat senang dan disaat bersamaan juga masih dalam state of disbelief, seperti 'Ini beneran kan ya?'. Dengan posisi satu tim memang suka Jepang lalu terpilih untuk tampil sesuai passion kami di ajang sebesar Tokyo Game Show Jepang, tentu tidak bisa dideskripsikan hanya dalam satu kata atau kalimat," ungkap Dimas.
Baginya dan juga Thizen Studio, kesempatan tampil di TGS 2025 merupakan momen untuk memperkenakan tidak hanya karya mereka saja, namun juga program studi GAT BINUS University di panggung internasional.
Menurut Dimas, secara rutin prodi GAT BINUS University rutin mengirimkan mahasiswanya ke berbagai event game internasional seperti Busan Indie Connect, Taipei Game Show, Level Up KL, dan masih banyak lagi. "Namun, belum ada yang pernah bisa lolos untuk mewakili program Game Application and Technology, School of Computer Science, BINUS University ke Tokyo Game Show," paparnya.
Tapi bagi Dimas, hal yang terpenting dalam partisipasi Thizen Studio di TGS 2025 adalah mengumpulkan pengalaman, exposure, serta feedback dari para gamer di Jepang. "Dengan mengikuti event-event tersebut, bisa langsung langsung terpapar ke industri dan membuka mata ke lebih dari hanya development saja, bisa masuk ke tahap selanjutnya, bertemu dengan publisher dan juga investor untuk mencari kesempatan bekerja sama kedepannya," terang Dimas.
2. Aquascape di dunia yang telah pupus

Judul game Luminote Mio: Aqualoom at Ocean's End menggambarkan elemen cahaya dan juga musik. Karakter utama game ini, Mio, punya goal untuk membuat sebuah aquascape di dunia yang telah hancur. "Dunia Luminote Mio ditetapkan setelah bencana yang besar. Kami ingin menyampaikan pesan bahwa di dalam keadaan apapun, masih dapat ditemukan keindahan dengan feel game yang 'comfy' ditengah dunia yang hampir berakhir," terang Dimas.
Dimas menuturkan, proses pengembangan game ini sangat menantang karena anggota Thizen Studio juga harus menyeimbangkan pengerjaan game dengan studi kuliah mulai dari kelas hingga UAS. Ujian di BINUS University sendiri dikenal cukup ketat, karena apabila mahasiswa ketahuan mencontek, maka mahasiswa tersebut akan di-drop out dari kampus.
Dengan tantangan perkuliahan serta perbedaan pendekatan saat memproduksi Luminote Mio, semua tantangan tersebut terasa worth it setelah tim mampu menyelesaikan build game dengan bug seminimal mungkin. Proses pengerjaan game-nya itu sendiri pun terasa menyenangkan.
Selama proses produksi Luminote Mio, Thizen Studio terinspirasi dari beberapa karya yang memiliki mood cozy di dalam dunia yang telah hancur. Dua diantaranya adalah game Evan’s Remains dan anime Girls' Last Tour. Keduanya memiliki vibe yang dirasa sesuai dengan apa yang tim ingin tetapkan dalam game Luminote Mio.
"Kami ingin menyampaikan cerita tentang cara hidup seseorang di dunia yang sudah kehilangan penghuninya dalam konteks yang nyaman. Kami ingin memperlihatkan keindahan dunia yang diselingi rasa kesendirian di dunia tersebut, dimana pemain dapat bermain dengan santai sementara masih mendapatkan rasa misteri dari sejarahi dunia ini," ungkap Dimas.
3. Perkembangan game Indonesia: Game lokal mulai didukung banyak pihak

Sebagai seorang dosen, Dimas menilai ekosistem game Indonesia sudah berkembang dengan sangat positif. Setelah mengikuti beberapa event atau lomba game, Dimas merasakan bagaimana terdapat banyak dukungan bagi studio game lokal, baik dari pemerintah maupun pihak swasta. Para pelaku industri juga sangat inklusif dan punya semangat berbagi.
"Dari sisi publisher, kami mendengar sangat banyak perusahaan tertarik untuk masuk ke dalam industri kreatif game yang sedang berkembang, dari sisi komunitas, masyarakat Indonesia sudah selalu aktif dalam dunia game, dan bahkan sudah sering diadakan convention untuk berbagai macam game, dan ada juga berbagai asosiasi dan grup yang membantu developer muda, dan secara media, saat ini perhatian untuk industri kreatif di Indonesia sedang naik secara keseluruhan," papar Dimas.
Namun juga sebagai seorang akademisi, Dimas menyoroti bahwa usaha untuk mewujdukan transfer pengalaman hingga best practices di industri game Indonesia saat ini masih perlu ditingkatkan. Jumlah wadah yang terbatas untuk melakukan hal ini dirasa perlu segera menjadi perhatian. Tak hanya itu saja, model bisnis industri game dan umumnya industri kreatif yang fluktuatif membuat bisnis developer game terasa sangat volatile.
"Pengalaman kami menunjukkan bahwa tanpa dukungan ekosistem seperti LOGIC dari program Game Application and Technology, School of Computer Science, BINUS University, developer pemula akan kesulitan mendapatkan pijakan yang kuat dan kesempatan yang kami dapatkan," terangnya.
4. Refleksi Hargai 2025: Momentum untuk menciptakan karya berkualitas

Bagi Dimas, momen Hari Game Indonesia 2025 jadi titik dimana developer game lokal bisa membangun momentum untuk terus berkarya agar dapat diakui di pasar game global. "Tentunya kami berharap akan semakin besar dan sukses, dimana kata-kata 'Developer Game dari Indonesia' bukan lagi menjadi kata-kata yang langka dalam industri game, dan masyarakat dapat melihat game 'Made In Indonesia' sebagai lambang kualitas dan bukan sekedar gimmick saja," ujarnya.
"Indonesia sebenarnya memiliki talent pool dan skill yang sangat tinggi dalam industri kreatif, sayangnya sebelum ini Indonesia belum memiliki lahan yang tepat untuk skill tersebut. Untungnya saat ini pekerjaan kreatif di Indonesia sedang 'Naik daun', oleh karena itu kita tidak boleh menyerah dalam mengembangan industri kreatif ini jadi kita dapat menampilkan kemampuan kita terhadap dunia," lanjutnya.
Karenanya, program AGI untuk melakukan open call TGS 2025 ini merupakan momentum yang sangat bagus untuk mewujudkan mimpi tersebut, dimana terbuka akses untuk memperkenalkan game Indonesia di panggung dunia.
5. TGS 2025, pengalaman baru yang membawa rasa cemas, namun penuh harapan

Thizen Studio sendiri punya banyak rencana untuk game Luminote Mio: Aqualoom at Ocean's End. Saat ini, game tersebut baru dapat diakses melalui platform Itch.io. Namun, ada rencana untuk segera membawanya ke platform Steam. Tapi sebelum sampai ke sana, ada beberapa hal yang harus dirampungkan oleh Thizen Studio.
"Seiring dengan proses development, kami ingin mencoba untuk mengumpulkan validasi dari banyak pemain, sehingga bisa tau apakah game yang kami buat, benar ada target marketnya dan tau benar siapa mereka. Selebihnya kami akan terus melanjutkan development sesuai dengan validasi tersebut dan mencari pendanaan sehingga bisa terus melanjutkan development," kata Dimas.
"Kami sangat bangga untuk menjadi salah satu representatif yang dapat menampilkan kemampuan dari mahasiswa Indonesia, terutama ke tempat seperti Jepang yang sangat maju dalam industri game. Tetapi selain itu kami juga merasa sedikit takut dalam melihat reaksi dunia terhadap hasil karya kami, bagaimana penerimaan dari masyarakat, dan lain-lain," lanjutnya.
Meskipun dilanda rasa cemas, tampil di Tokyo Game Show 2025 membantu Thizen Studio mewujudkan tujuan-tujuan itu. Feedback dari gamer Jepang akan sangat berharga untuk menentukan perbaikan mekanik game dan juga arah pengembangan game itu sendiri. Tampil di event game internasional tersebut akan menjadi pengalaman berharga bagi Dimas dan mahasiswanya.
Untuk informasi lebih lanjut seputar game Luminote Mio, kunjungi halaman Itch.io mereka di https://thizen.itch.io/luminotemio.