- Siapa sutradara film Good Boy?
Film ini disutradarai oleh Ben Leonberg, yang juga ikut menulis naskah bersama Alex Cannon dalam debut film panjangnya. Apa yang membuat Good Boy berbeda dari film horor lain?
Film ini menceritakan kisahnya dari perspektif seekor anjing, menciptakan sudut pandang emosional dan menegangkan yang jarang digunakan dalam film horor.Di mana lokasi syuting Good Boy dilakukan?
Syuting dilakukan di New Jersey selama 400 hari, dengan suasana hutan dan rumah tua yang menambah atmosfer menyeramkan.Apakah Good Boy mendapat penghargaan?
Ya, film ini memenangkan Howl of Fame Award di SXSW untuk performa Indy, dan Best International Feature Film di Strasbourg European Fantastic Film Festival.Di mana penonton bisa menonton Good Boy?
Good Boy dirilis oleh IFC dan Shudder pada 3 Oktober 2025, dan juga tersedia di beberapa negara seperti Filipina, Australia, dan Inggris melalui distribusi 888 Films International.
Review Good Boy, Film Horor Bertema Anjing!

- Good Boy mengambil perspektif anjing bernama Indy dalam cerita horornya.
- Film ini menampilkan ketegangan visual dan perasaan tak berdaya dari sudut pandang anjing.
- Good Boy menonjol karena lapisan emosionalnya tentang kesetiaan antara manusia dan anjing.
Film Good Boy (2025) sukses mencuri perhatian penggemar horor lewat konsepnya yang unik dan emosional. Disutradarai oleh Ben Leonberg dalam debut panjangnya, film ini menggabungkan kisah supernatural dengan sudut pandang seekor anjing, menjadikannya pengalaman menegangkan sekaligus menyayat hati.
Dengan performa luar biasa dari anjing bernama Indy dan cerita yang sarat makna tentang kesetiaan, Good Boy bukan sekadar film horor biasa, melainkan sebuah refleksi mendalam tentang hubungan manusia dan hewan peliharaannya.
1. Kisah Unik dari Sudut Pandang Seekor Anjing

Salah satu hal paling mencolok dari Good Boy adalah sudut pandang penceritaannya. Alih-alih menyoroti manusia sebagai pusat cerita, film ini justru mengambil perspektif seekor anjing bernama Indy.
Ceritanya dimulai ketika Todd, seorang pria muda dengan penyakit paru kronis, pindah ke rumah peninggalan kakeknya yang terletak di pedalaman hutan. Ia ditemani oleh anjing kesayangannya, Indy, seekor Nova Scotia Duck Tolling Retriever yang setia dan cerdas.
Namun, sejak kedatangannya, Indy mulai merasakan kehadiran gelap di rumah tersebut. Sosok itu sering muncul dalam bayangan, bahkan menampakkan diri sebagai makhluk berwujud kerangka berlumpur. Melalui mata Indy, penonton diajak menyaksikan bagaimana teror rumah berhantu itu perlahan menguasai Todd, yang kesehatannya semakin memburuk hingga berujung tragis.
Konsep ini terasa segar karena menghadirkan emosi dan ketegangan dari perspektif makhluk yang polos dan tidak bisa berbicara. Alih-alih jump scare berlebihan, film ini membangun suasana horor lewat ketegangan visual dan perasaan tak berdaya dari Indy.
2. Kekuatan Emosional di Balik Cerita Horor

Meski dikategorikan sebagai film horor supernatural, Good Boy justru menonjol karena lapisan emosionalnya. Film ini menggambarkan hubungan mendalam antara Todd dan anjingnya, serta kesetiaan yang tak tergoyahkan bahkan saat maut memisahkan keduanya.
Ketika Todd perlahan berubah menjadi agresif, batuk darah, dan semakin terisolasi, Indy tetap setia berada di sisinya. Dalam salah satu adegan paling menyayat, Indy mencoba menyelamatkan Todd dari sosok kegelapan, meski akhirnya harus menerima kenyataan pahit bahwa tuannya telah meninggal.
Momen ketika Todd berkata, “You’re a good dog, but you can’t save me,” menjadi inti emosional film ini. Kalimat itu bukan hanya ucapan perpisahan, tapi juga pengakuan akan cinta tanpa syarat antara manusia dan hewan peliharaannya.
Elemen tragis ini membuat Good Boy melampaui genre-nya. Ia bukan sekadar kisah menakutkan, tapi juga sebuah drama psikologis tentang kehilangan, kesetiaan, dan penerimaan terhadap kematian.
3. Teknik Sinematografi dan Visual dari Perspektif Anjing

Salah satu kekuatan utama Good Boy terletak pada cara penyajiannya. Ben Leonberg dan sinematografernya menggunakan framing dari sudut pandang anjing, yaitu pada ketinggian rendah dengan fokus pada detail seperti bau, gerak, dan suara yang tajam.
Pendekatan visual ini berhasil membuat penonton merasakan dunia sebagaimana seekor anjing melihatnya penuh misteri, kebingungan, dan naluri bertahan hidup. Tak ada efek CGI besar-besaran di sini, Leonberg bahkan menggunakan anjing peliharaannya sendiri, Indy, untuk memerankan karakter utama.
Proses syuting yang berlangsung selama 400 hari di New Jersey menghasilkan nuansa atmosferik yang realistis dan menegangkan. Rumah kayu tua, kabut pagi, dan suara ranting patah di hutan menambah rasa isolasi yang pekat.
Selain itu, durasi film yang hanya 72 menit membuat alur terasa padat tanpa banyak jeda. Setiap adegan memiliki tujuan emosional yang jelas, tidak ada yang terasa berlebihan. Gaya penyutradaraan minimalis ini justru memperkuat kesan mencekam dan intim.
4. Respon Positif dari Festival dan Kritikus

Good Boy pertama kali tayang di South by Southwest (SXSW) 2025 pada 10 Maret, dan langsung mendapat sambutan meriah. Film ini kemudian berkelana ke berbagai festival seperti Overlook Film Festival, Melbourne International Film Festival, dan Strasbourg European Fantastic Film Festival, di mana ia memenangkan penghargaan Best International Feature Film.
Secara komersial, film ini menjadi kejutan box office. Hanya dalam tiga hari pertama penayangan di AS, Good Boy meraup $2.3 juta dari 1.650 bioskop, menjadikannya film terlaris kedua dalam sejarah distribusi IFC dan Shudder, hanya kalah dari Late Night with the Devil.
Dari sisi kritikus, Good Boy memperoleh 89% rating positif di Rotten Tomatoes dan skor 73/100 di Metacritic. Banyak yang memuji film ini karena berani keluar dari formula horor mainstream.
IndieWire menyebutnya sebagai salah satu film horor terbaik tahun ini. The Hollywood Reporter menyoroti “kekuatan emosional yang muncul dari kesetiaan seekor anjing terhadap tuannya.”
Sementara itu, Indy, sang anjing pemeran utama bahkan memenangkan Howl of Fame Award di SXSW, sebuah penghargaan untuk penampilan hewan terbaik di layar lebar.
5. Tema Kematian, Kesetiaan, dan Alam Gaib yang Menyatu

Di balik lapisan horor dan adegan menyeramkan, Good Boy sejatinya adalah meditasi tentang kesetiaan dan kehilangan. Sosok entitas gelap yang menghantui rumah bukan sekadar hantu biasa, melainkan perwujudan penyakit, trauma keluarga, dan rasa bersalah yang diwariskan.
Rumah kakek Todd menjadi simbol ruang antara dunia hidup dan mati, di mana roh-roh tak tenang termasuk anjing lama bernama Bandit, masih bergentayangan. Ketika Indy menemukan kerangka Bandit, film ini secara halus menyinggung konsep cycle of death dan kesetiaan yang melampaui waktu.
Adegan akhir saat Vera menemukan Indy di pintu ruang bawah tanah, sementara suara peluit makhluk gaib terdengar samar, menimbulkan pertanyaan menggantung: apakah roh kegelapan itu masih ada, atau hanya refleksi dari ikatan batin antara manusia dan anjing?
Leonberg tidak memberi jawaban pasti dan di situlah kekuatan film ini. Good Boy bukan hanya kisah horor, tapi juga puisi visual tentang cinta, kehilangan, dan keberanian untuk tetap setia hingga akhir.
Good Boy bukan sekadar film horor tentang rumah berhantu, ia adalah kisah menyayat hati tentang kesetiaan seekor anjing yang melampaui kematian. Dengan penyutradaraan cerdas, visual menawan, dan performa luar biasa dari Indy, film ini menawarkan pengalaman emosional yang jarang ada di genre horor modern.
Bagi para penggemar kisah menyeramkan dengan makna mendalam, Good Boy adalah tontonan wajib yang akan membuatmu berpikir lama setelah kredit berakhir.
5. FAQ
